Dinas Pendidikan Pekanbaru "Bungkam"
Bohongi Publik, Kepala SMPN 23 Pekanbaru juga Menutupi Informasi Dugaan Pungutan Liar
PEKANBARU, AKTUALDETIK.COM,- Kepala sekolah SMPN 23 Pekanbaru, Dr. Edy Suhendri diduga menutupi informasi terkait perbuatan melawan hukum dugaan praktek pungli disekolahnya. Bahkan, wartawan aktualdetik.com mendapatkan informasi bahwa di SMPN 23 Pekanbaru diduga ada pungutan uang pembelian kipas angin, uang pensiun guru, sumbangan guru pindah, uang perawatan buku dan pungutan lainnya yg dibungkus dengan kata sakti "sumbangan" tapi sifatnya memaksa. Minggu, 25 September 2022
Sebelumnya, awak media Aktualdetik.com telah melakukan konfirmasi kepada kepala sekolah SMPN 23 Pekanbaru, Edi Suhendri terkait dugaan perbuatan melawan hukum tentang dugaan adanya praktik pungutan liar. Namun saat di temui, Kepala SMPN 23 Pekanbaru membantah dugaan adanya praktik pungli di SMPN 23 Pekanbaru
"Disekolah kami tidak ada yang namanya pungutan liar, baik itu dari seragam, buku LKS dan pungutan lainnya, siswa/i itu diberikan kebebasan dalam membeli seragam dan menempahnya diluar, begitu juga dengan buku LKS kami tidak memaksa siswa/i untuk membelinya, karena buku LKS tersebut pun tidak disediakan sekolah melainkan beli diluar, selain itu tidak ada pungutan-pungutan lainnya, justru kami sedang berfokus kepada program produksi eco brick", Pungkasnya.
Banyak Pungutan Selain LKS & Seragam
Untuk menindaklanjuti keterangan dari Kepala SMPN 23 Pekanbaru, redaksi aktualdetik.com melakukan investigasi mendalam dan menghimpun informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan hasil dari investigasi awak media mendapatkan informasi dari wali murid SMPN 23 Pekanbaru yang menyatakan bahwa di SMPN 23 Pekanbaru diduga melakukan praktik sumbangan yang bersifat wajib.
"Pokoknya ada ajalah nantik sumbangan-sumbangan, kayak sumbangan guru pindah, sumbangan beli kipas angin, sumbangan guru pensiun, uang perawatan buku dan sumbangan lainnya, kadang ada siswa yang bandel tidak mau bayar tapi nantik waktu pengambilan raport akan di tagih oleh wali kelasnya", Ungkap wali murid yang tidak ingin diungkapkan namanya.
Dapat disimpulkan bahwa ada dugaan praktik pungutan yg dibungkus dengan kata sakti "sumbangan" tapi sifatnya memaksa di SMPN 23 Pekanbaru, karena jika tidak membayar maka akan di tagih oleh wali kelas pada saat pengambilan raport murid.
Kendati demikian wali murid yang menjadi narasumber tersebut tidak keberatan atas pungutan tersebut, namun tetap saja dugaan praktik pungutan yang dibaluti kata "sumbangan" tersebut adalah perbuatan melanggar aturan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar.
Atas informasi tersebut ketika awak media hendak mengkonfirmasi kepada Kepala SMPN 23 Pekanbaru, Edi telah memblokir kontak whatssappnya, dan redaksi aktualdetik juga telah mengirimkan surat konfirmasi kepada Ka.Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Nurbaiti dan Kepala SMPN 23 trrsebut pada Sabtu (24/09/2022), namun hingga berita dimuat, Kabid SMP Disdik Pekanbaru dab Kepala SMPN 23 Pekanbaru "enggan" meresponsnya.
Dalam kenyataannya, pernyataan kepala dinas pendidikan Kota Pekanbaru Ismardi, tidak sesuai dengan apa yang terjadi di Lapangan. Padahal beberapa waktu yang lalu kepada para media Kadis Pendidikan Pekanbaru, Ismardi mengatakan bahwa sekolah tidak boleh meminta pungutan dalam bentuj apapun kepada murid.
Berdasarkan pandangan praktisi hukum di kota Pekanbaru, apa yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan cara menjual buku atau lainya, adalah bentuk dari pungutan liar, sehingga dapat di laporkan sebagai tindak pidana, sebagaimana di atur di dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.
Sebagai upaya pemberantasan pungli, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli).
Secara hukum, mengenai tindakan pungutan liar, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi, “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Lebih tegas lagi, Ombudsman RI, melalui seminar-seminar terkait hal ini, dengan lantang mengatakan, tindakan pihak sekolah yang menjual buku LKS merupakan tindak pidana dengan ancaman sembilan tahun penjara.
Kepada Seluruh Masyarakat di Tanah Air, Jika Ada Informasi, Dan Menemukan Kejadian/Peristiwa Penting, Atau Pelanggaran Hukum, Baik Oleh warga atau Pejabat Pemerintah/Lembaga/Penegak Hukum, Silahkan mengirimkan informasi, berupa Narasi/tulisan, Rekaman Video/Suara, ke No telepon/WA: 0853-6381-4752 - Email: [email protected].
Jangan Lupa Mengirim Indensitas Lengkap, Kami menjamin kerahasiaan Identitas Narasumber.



Komentar Via Facebook :