Hampir semua sekolah SMPN Jual LKS
Jual Beli LKS di SMPN 26 Pekanbaru, Murid Alami Syok

Foto: Foto Sekolah SMP Negeri 26 Kota Pekanbaru
PEKANBARU AKTUAL DETIK.COM - Seorang murid kelas 2 SMP Negeri 26 Pekanbaru mengaku di permalukan dan merasa syok akibat menerima perlakuan dari oknum guru kelas karena di suruh beridiri di satu tempat sehubungan belum mampu membeli buku lembar kerja siswa (LKS), yang di jual pihak sekolah dengan modus titip di tempat lain, dengan harga 130 ribu rupiah. Sabtu, 29/07/2022.
Informasi ini di terima Redaksi aktualdetik.com melalui telepon seluler, dari pihak yang mengaku sebagai orang tua murid, yang duduk di kelas 2 SMP Negeri 26 Pekanbaru. Orang tua yang berinisial (N) itu pun menjelaskan, bahwa anaknya, yang duduk di kelas 2 SMP Negeri 26 Pekanbaru itu, kerap di permalukan di depan siswa-siswi lianya, dengan cara menyuruh anaknya berdiri sendiri di tempat lain.
, "Saya gak tahu harus ngadu kemana pak, saya orang miskin, belum punya uang untuk membeli buku LKS itu, karena belum dapat uang. Harapan saya tolong pihak SMP negeri 26 tidak menekan psikologis anak saya dengan cara begitu, nanti takutnya dia tidak mau sekolah lagi, karena malu dan tertekan psikologis nya, " Sebut (N) sembari menangis dengan penuh harap.
Kabarnya, kepala dinas pendidikan kota Pekanbaru pada waktu lalu pernah mengatakan, bahwa sekolah tidak punya kewenangan untuk menjual buku di sekolah. Bahkan pernyataan itu senada dengan aturan dalam Larangan penjualan buku ataupun bahan ajar diatur dalam Permendikbud No.75 tahun 2016 Pasal 12 Tentang Komite Sekolah Yg berbunyi: Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di Sekolah.
,"Jadi, Sekolah tidak boleh mengarahkan untuk pembelian LKS. Sebagian buku sudah ada di Pustaka. Kalau sekolah jual LKS itu sudah salah, ini kesalahan," pungkasnya. Dikutip dari Pekanbaru.go.id.
Dalam kenyataannya, pernyataan kepala dinas pendidikan Kota Pekanbaru Ismardi, tidak sesuai dengan apa yang terjadi di Lapangan. Menurut informasi yang berhasil di himpun awak media ini, hampir semua sekolah SMP Negeri di kota Pekanbaru hingga sekarang melakukan perbuatan menjual buku LKS dengan cara menitipkan buku tersebut di kedai atau warung lain di seputar sekolah.
Lebih tegas lagi, Ombudsman RI, melalui seminar-seminar terkait hal ini, dengan lantang mengatakan, tindakan pihak sekolah yang menjual buku LKS merupakan tindak pidana dengan ancaman sembilan tahun penjara.
Pungli, jika di kaji dari tata bahasa mempunyai arti Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa pungutan artinya barang yang dipungut. Sedangkan liar artinya sembarangan dan tidak sesuai aturan. Dengan demikian, pungutan liar dapat dimaknai sebagai barang yang diambil dengan cara yang tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan pandangan praktisi hukum di kota Pekanbaru, apa yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan cara menjual buku atau lainya, adalah bentuk dari pungutan liar, sehingga dapat di laporkan sebagai tindak pidana, sebagaimana di atur di dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.
Sebagai upaya pemberantasan pungli, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Pasal 2 dalam aturan tersebut menjelaskan tugas Satgas Saber Pungli adalah melaksanakan pemberantasan pungli secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, bak yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
Secara hukum, mengenai tindakan pungutan liar, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Sementara, terkait informasi ini, awak media ini sudah melakukan konfirmasi kepada kepala dinas pendidikan Kota Pekanbaru, Ismardi. Namun, hingga berita ini di muat, Ismardi tidak merespon awak media, ketika nomor WA nya di hubungi.
(Feri.S.H)
Komentar Via Facebook :