Apakah ada Manfaat Menggunakan Mediator non-Hakim ?
.jpeg)
AKTUALDETIK.COM,- Mediasi sebagai salah satu Alternatif Dispute Resolution (ADR) sebagai cara menyelesaikan sengketa yang humanis dan berkeadilan. Humanis karena masalah keputusan (kesepakatan damai) menjadi otoritas para pihak yang bersengketa dan menjaga hubungan baik.
Adil karena masing-masing pihak menegosiasikan opsi jalan keluar atas solusi gagas dan outputnya win-win. Oleh akurat, tepat sengketa secara langsung dan orang beralih ke mediasi. Peraturan Mahkamah Agung PerMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadiilan telah memadukan mediasi dalam sistem beracara di pengadilan.
Setiap perkara perdata harus dilucuti dulu dulu melalui cara mediasi. Setiap putusan hakim yang tidak melalui cara mediasi terlebih dahulu, maka putusan dianggap batal demi hukum.
Dalam praktik, pemahaman atas nature mediasi dan manfaatnya masih belum maksimal. Banyak masyarakat yang mengetahui mediasi sekedar bertemu dengan pihak ketiga sebagai mediator, tetapi mereka tidak melihat lebih dari proses mediasi tersebut.
Mediasi dalam PA
Data dari Mahkamah Agung bahwa tingkat keberhasilan pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama baru mencapai 20%. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama dianggap kurang efektif dan terkesan formalistik belaka.
Proses mediasi di pengadilan dilakukan oleh seorang mediator yang berasal dari unsur hakim dan non-hakim. Mediator Non Hakim adalah mediator yang diambil dari unsur masyarakat di luar pengadilan. Seorang yang menjalankannya fungsi sebagai
Mediator harus memiliki sertifikat yang diperoleh setelah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Mediator (PKPM) yang diselenggarakan oleh lembaga yang terakreditasi oleh Mahkamah Agung.
Syarat menjadi mediator adalah telah bersertifikat melalui pelatihan teknik mediasi dilakukan lebih sistematis, terutama dalam menggali interest dan need pihak berperkara.
Penyelesaian perkara berbasis pada dua hak tersebut, bukan berbasis pada posisi (positions). Dengan cara ini maka interest dan need akan mudah ditangkap sehingga dapat digeser untuk mencari pilihan-pilihan yang win-win solution.
Namun realitasnya mereka tidak dipilih oleh para pihak yang berperkara karena pemilihan terhadapnya diharuskan membayar jasa mediator berdasarkan kesepakatan antara mediator dengan pihak yang berperkara.
Oleh karenanya, pihak berperkara lebih memilih mediator hakim karena tidak ada beban yang diajukan oleh pihak yang berperkara berakhir diselesaikan dengan verstek(tidak hadirnya pihak lawan).
Standar berhasil mediasi perkara perceraian dengan dicabutnya gugatan perceraian merupakan sesuatu yang sulit untuk dicapai.
Pernikahan merupakan perkara yang berhubungan dengan hati dan perasaan, demikian juga masalah perceraian.
Tingkat kesulitan mediasi kasus perceraian disebabkan karena kekerasan fisik (Kekerasan Dalam Rumah Tangga/KDRT), perselingkuhan, ekonomi yang berdampak pada sakit hati.
Konflik rumah tangga yang terkait dengan pihak yang berperkara, maka keputusan damai dengan cara bercerai harus diakui sebagai bentuk perjuangan mediasi.
Menurut pernyataan para hakim PA, keberhasilan mediasi harus diukur dari kesepakatan damai yang disepakati oleh penggugat dan tergugat, meskipun kesepakatannya untuk bercerai.
hasil wawancara dengan para Ketua Pengadilan Agama responden bahwa orang yang melakukan gugatan cerai pada umumnya masalahnya sudah kompleks, ibarat orang sakit sudah tahap kronis. Jadi kalau didamaikan dalam pengertian tidak jadi cerai, sulit untuk dicapai.
Mereka yang mendaftarkan kasusnya ke pengadilan memiliki tujuan untuk bercerai, bukan untuk meminta nasihat rukun kembali. Bagi Ilham, kesepakatan cerai antara suami dan istri dan perceraian ini lebih maslahah peradilan yang tidak mampu melakukan mediasi dengan baik.
Pelatihan
Yayasan Bantuan Hukum RAM Indonesia dan Mediator Masyarakat Indonesia (MMI) menggelar Pendidikan dan Pelatihan Mediator Non Hakim / Bersertifikat Gelombang VI (enam).
Sementara acara Pendidikan dan Pelatihan Mediator Besertifikat yang diselenggarakan mulai tanggal (11-15 Januari 2022), terselenggara berkat Kerja sama dengan Pusat Mediasi Indonesia Universitas Gadjah Mada (PMI UGM) Terakreditasi A Mahkamah Agung.
Dan acara yang ditempatkan di Aula Wisma UGM Convention Center ini diikuti 50an peserta dari berbagai latar belakang profesi secara online dan ofline.
Komentar Via Facebook :