Proses Pengkajian RUU Pertanahan demi Kepentingan Semua Orang

Proses Pengkajian RUU Pertanahan demi Kepentingan Semua Orang

AKTUALDETIK.COM,- Carut marut pengaturan agraria di Indonesia terus berkelanjutan. Pembahasan RUU yang menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 2 Februari 2015 ini telah memasuki tahap akhir.

Periode sebelumnya, RUU Pertanahan ditargetkan selesai pada September 2019 Namun rencana tersebut berhasil digagalkan oleh seluruh elemen masyarakat sipil yang secara serentak selama hampir 1 (satu) bulan melakukan protes besar-besaran diberbagai wilayah. 

RUU Pertanahan memang termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2019. RUU ini diusulkan oleh empat fraksi di Komisi II DPR, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Selain itu, Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga menjadi pengusul RUU Pertanahan.

Sejumlah kalangan menyoroti poin-poin yang kontroversial di dalam RUU Pertanahan. RUU ini dinilai lebih membela kepentingan investor dan membuat posisi rakyat semakin lemah dalam konflik agraria. 

RUU ini tidak boleh disusupi jiwa 'domain verklaring' yang merupakan konsepsi kolonial. Domain verklaring adalah suatu pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik negara jika seseorang tidak dapat membuktikan kepemilikannya. 

Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya akan mengajukan lagi Rancangan Undang – Undang tentang Pertanahan agar masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

Sofyan mengatakan, RUU pertanahan sudah diajukan beberapa waktu sebelumnya. Terakhir, RUU pertanahan diajukan pada tahun lalu saat periode pertama pemerintahan Jokowi periode pertama akan berakhir.

Meski UU Pokok Agraria dianggap terlalu lama, Sofyan mengatakan UU Pokok Agraria perlu dipertahankan. 

Hanya saja, substansi yang belum diatur dalam UU Pokok Agraria harus ditambahkan di RUU Pertanahan dan interpretasi UU Pokok Agraria harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.

RUU ini memberikan impunitas terhadap penguasaan tanah skala luas termasuk properti maupun perkebunan jika melanggar ketentuan luas lahan. 

Sementara pada saat yang sama, RUU ini tidak mengatur keterbukaan informasi publik terhadap penguasaan HGU.

Hak pakai digunakan untuk memberikan konsesi pada usaha 'perkebunan, peternakan, perikanan, dan pergaraman yang berdasar pada penggunaan Tanah'. Ketentuan ini nyata-nyata bias dengan ketentuan mengenai Hak guna usaha. 

Hak pakai dapat diberikan kepada orang asing, sehingga pasal tersebut akan menjadi karpet merah bagi konsesi asing untuk menguasai sumber daya agraria dalam bentuk perkebunan, peternakan, penggaraman dan lain-lain.

Ketentuan ini sekaligus menunjukkan bahwa tanah menjadi komoditas di pasar global, konsepsi yang sangat bertentangan dengan UUPA dan UUD 1945. 

Berikutnya, ketentuan tentang pendaftaran tanah dalam RUU ini menggunakan stelsel aktif warga negara, sehingga pendaftaran negara bukan menjadi tanggungjawab utuh negara.

Ketentuan ini tidak memberikan perlindungan dan keadilan bagi warga negara miskin yang tidak dapat mengakses birokrasi pendaftaran tanah. 

RUU ini menyempitkan reforma agraria hanya sebatas penataan asset dan akses (Pasal 64 RUU Pertanahan). Bahwa reforma agraria adalah seluruh penataan ulang penguasaan lahan yang timpang, bukan sekedar penataan asset dan akses.

Tidak ada penyelesaian konflik melainkan hanya mediasi dan pengadilan, padahal sebagian besar konflik agraria merupakan konflik struktural yang memerlukan penyelesaian melalui kebijakan negara.

Terakhir, mengenai penyidik pegawai negeri dan pasal-pasal pemidanaan perlu diperhatikan karena rentan menyebabkan kriminalisasi bagi masyarakat utamanya petani dan masyarakat adat.

Ketua MPR, Bambang Soesatyo juga menyetujui Rancangan Undang-Undang Pertanahan yang sempat disusun pada tahun 2019, pada akhirnya gagal disahkan menjadi Undang-Undang. DPR RI bersama pemerintah bisa menyelesaikan RUU Pertanahan dengan mengutamakan kepentingan rakyat

 

 

 

Komentar Via Facebook :