Rawan Penyalahgunaan Wewenang

Administrasi Pemerintahan, Sejahterakan Rakyat, kini Digugat

Administrasi Pemerintahan, Sejahterakan Rakyat, kini Digugat

AKTUALDETIK.COM,- Administrasi Pemerintahan Daerah adalah alat Pemerintah Daerah untuk mencapai tujuannya. Materi inti Administrasi Pemerintahan Daerah adalah kajian tentang bagaimana Pemerintah Daerah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat Daerah.

Negara memiliki tujuan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya (welfare state). Sehingga negara perlu melakukan berbagai hal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan publik.

Agar pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat berjalan dengan baik, maka urgensitas terkait kualitas pelayanan publik sangatlah besar.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 memberikan kewenangan pada pemerintah untuk menetapkan/melakukan diskresi.

Diskresi secara umum merupakan dasar hukum bagi pemerintah untuk menetapkan keputusan atau
melakukan tindakan tertentu ketika terjadi ketidakjelasan atau ketidaklengkapan
peraturan yang menghambat jalannya roda pemerintahan.

Adapun contoh diskresi yang notabene sangat dibutuhkan pada masa genting, misalnya pada pandemi Covid-19 bahwa pemerintah perlu untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat dengan memperhatikan anggaran yang telah direncanakan.

Meskipun pada dasarnya situasi dan kondisi masa pandemi Covid-19 seperti memberikan shock therapy bagi pemerintah.

Adapun maladministrasi yang cenderung dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam konteks diskresi adalah adanya penyalahgunaan wewenang.

Penyalahgunaan wewenang yang merujuk pada tidak diindahkannya kepentingan publik atau menyimpang terhadap kepentingan umum.

Adapun contoh diskresi lainnya yang merujuk pada penyalahgunaan wewenang adalah kasus Bulog dengan merugikan negara sebesar 40 miliar rupiah.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa terdapat prosedur yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam melakukan diskresi, yaitu mendapat persetujuan tertulis dari Atasan Pejabat.

Terlebih untuk diskresi yang dapat mempengaruhi perubahan alokasi anggaran, menimbulkan keresahan masyarakat, dan untuk keadaan darurat serta mendesak seperti pada bencana alam maupun non alam.

DIGUGAT

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan UU Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat. Buntut putusan itu, UU Administrasi Pemerintahan kini juga digugat ke MK. Judicial review itu diajukan oleh Viktor Santoso Tandiasa, Muhammad Saleh, dan Nur Rizqi Khafifah.

"Menyatakan Pasal 53 ayat (4) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana termuat dalam Pasal 175 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah diputus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang berbunyi: "Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum" bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Melalui Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan".

Sehingga bunyi selengkapnya menjadi "Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum, melalui Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan," demikian permohonan Viktor dkk sebagaimana tertuang dalam website MK, Rabu (12/1/2022).

Sebab, dalam putusan MK tentang UU Ciptaker, MK memutuskan:

1. Pelaksanaan UU 11/2020 yang berkaitan hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas agar ditangguhkan terlebih dahulu; termasuk
2. Tidak dibenarkan membentuk peraturan pelaksanaan baru;
3. Tidak dibenarkan pula penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU 11/2020.

Namun yang menjadi persoalan adalah terdapat kekosongan hukum yang diakibatkan ketentuan norma a quo menghilangkan peran Pengadilan incasu PTUN untuk memutus penerimaan permohonan yang dianggap dikabulkan secara hukum.

Komentar Via Facebook :