Gugatan Perdata PT Pulomas Sentosa

Asep Warlan Yusuf : Pencabutan Izin Tidak Dibenarkan Saat Perusahaan Melaksanakan Sanksinya

Asep Warlan Yusuf : Pencabutan Izin Tidak Dibenarkan Saat Perusahaan Melaksanakan Sanksinya

Foto : Prof. Dr. Asep Warlan, S.H., M.H

Aktualdetik.com, Pangkalpinang - Pencabutan izin lingkungan maupun berusaha kepada badan hukum atau pelaku usaha yang dilakukan oleh pejabat TUN tidak dibenarkan tanpa melalui prosedur tahapan administrasi hukum yang diatur dalam undang-undang  (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) maupun UU Nomor 30 tahun  2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 

Terlebih badan hukum atau pelaku usaha itu masih mempunyai tenggang waktu untuk menyelesaikan sanksi pekerjaannya, atau sedang melaksanakan sanksi dari pejabat TUN kementerian. 

"Biarkan mereka (badan hukum-red) menyelesaikan pekerjaannya yang menjadi sanksinya agar kita dapat menilai ketaatan dan tingkat kepatuhan kepada aturan hukum itu yang diterapkan, sehingga tidak ada dobel sanksi yang diterapkan, dan inilah prinsip-prinsip dalam penilaian dan penerapan tahapan sanksi-sanksi dalam administrasi pemerintahan yang dimaksud dengan ada kepastian hukum,"ungkap Asep Warlan Yusuf saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan perdata PT Pulomas Sentosa melawan Gubernur  Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan di PTUN Babel, Selasa (21/12/21). 

Sidang  lanjutan gugatan perdata PT Pulomas dipimpin ketua majelis Hakim, Sofyan Iskandar SH dan dua Hakim anggota Alponteri Sagala SH MH dan Rory Yolandi SH MH. 

Sidang juga dihadiri kuasa hukum PT Pulomas Sentosa selaku penggugat, DR Adistya Sunggara SH MH, Agus Hendrayadi SH MH dan Mardi SH, dan  dihadiri empat kuasa hukum tergugat Gubernur Bangka Belitung. 

Kepada jejaring media KBO Babel, Prof DR Asep Warlan Yusuf SH MH guru besar dengan bidang keahlian Hukum Tata Negara dan Lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung, mengungkapkan materi apa yang menjadi subtansi persoalan yang ditanya oleh kuasa hukum penggugat, tergugat dan para hakim. 

Guru besar hukum penulis artikel ilmiah yaitu  “Pengenaan Sanksi Administrasi dalam Kasus Lingkungan Hidup” yang diterbitkan pada Jurnal Ilmu Hukum Litigasi Vol. 6 No. 3, Oktober 2005, menyampaikan dalam sidang tersebut membuktikan apakah kaidah-kaidah Hukum lingkungan, kaidah abestasi yang di atur dalam perundang-undangan itu, sudah dijalankan oleh perusahaan maupun pejabat TUN yang menerbitkan izin tersebut. 

"Misalnya kaitannya dengan subtansinya, kaitan dengan prosedur dan terakhir kewenangannya, itu ahli diminta menjelaskan apakah Gubernur kepala Dinas itu sudah berwenang menerbitkan keputusan ini, yang ke dua adalah dalam sisi ini apa syarat-saratnya kalau sanksi itu diterbitkan, dan bagaimana implikasi akibat Hukumnya, dari sebuah sanksi yang telah diterbitkan, yang ketiga adalah bagaimana konsekuensi dari suatu keputusan yang di anggap oleh penggugat melanggar perundang-undangan apa konsekuensi hukum nya, itulah yang dibuktikan didalam persidangan ini, kalau subtansi nya sudah saya jelaskan, kira-kira ruang lingkup masalahnya itu,"jawabnya di sela-sela ishoma. 

Lanjutnya,"persoalan kewenangan juga ada problem, apakah di Gubernur atau di Kepala Dinas? tadi ditanyakan juga sama yang mulia, kalau kita lihat dari kewenangannya ada pada Dinas untuk itu, sehingga agak rancuk didalam satu SK ada dua Subtansi, satu mencabut izin usaha yang lainnya ada memerintahkan kepada Dinas untuk mencabut izin lingkungan padahal dalam Subtansi itu judulnya dari SK ini kan ditujukan kepada perusahaan tidak ada subjek lain dari judul itu, nah temnya ada ditujukan kepada Dinas kerancuan dari segi pengaturan atau kenormaan dari keputusan ini begitu,"jelas Saksi Ahli yang juga penelitian terhadap “Studi Kebijakan Pola Hubungan Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara Pusat dan Daerah Ditinjau dari Aspek Hukum Lingkungan”

Dijelaskannya, semestinya tidak ada pencabutan izin lingkungan bagi badan hukum perusahaan yang sedang menjalankan perintah  sanksi dari  kementrian itu, harusnya Gubernur menunggu dulu sejauh mana tingkat ketaatan perusahaan terhadap kewajiban yang diperintahkan oleh kementrian.

"kalau tidak dipenuhi katakanlah sampai bulan berapa tidak juga dipenuhi, baru ada tindakan sanksi berikutnya dengan dugaan/bukti kuat boleh dicabut karna dia sudah melanggar kewajiban yang diperintahkan dalam sanksi abisitasi, kecuali kalau seandainya dalam waktu kurun waktu itu dipenuhi semuanya tidak perlu ada sanksi lain, karna sanksi yang dibuat oleh Menteri sudah dipenuhi oleh si perusahaan maka tidak perlu lagi dia harus mengenakan sanksi, kementrian melakukan pengawasan, melakukan pemeriksaan, penilaian dijalankan atau tidak sanksi itu, nah kalau dijalankan ngapain lagi harus ada sanksi berikut nya dari gubernur begitu. Artinya dalam hal ini Gubernur terlalu dini dan tergesa-gesa dalam melakukan pencabutan izin kepada perusahaan."jelasnya.

Diakhir wawancara dengan saksi ahli guru besar ilmu hukum dari Universitas Parahyangan Bandung, kembali menegaskan bahwa pencabutan izin bagi perusahaan atau  pelaku usaha yang sedang menjalankan sanksi  tidak dibenarkan, dan juga termasuk menerbitkan izin atau  sanksi yang sudah dikeluarkan oleh Menteri maka tidak boleh ada suatu keputusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum. 

"satu sisi sedang menjalankan tugas perintah dari sanksi yang dikeluarkan oleh Menteri, sisi lain harus berhenti begitu, itulah yang dimaksud  ketidak-tertiban dalam bahasa saya, dalam penyelenggara pemerintahan nga bisa seperti itu yang  menimbulkan ketidakpastian hukum bagi perusahaan, nah memang itu harus dikoreksi oleh Gubernur, selesaikan dulu sanksi dari pusat, kalau tidak selesai sebagaimana diperintahkan, kita tidak tahu sejauh mana ketaatan dan tingkat kepatuhan hukum bagi perusahaan yang melaksanakan sanksi sesuai perintah undang-undang."pungkas saksi ahli dari PT Pulomas Sentosa. (*) 

Komentar Via Facebook :