2020 Diprediksi Omzet Industri Galangan Kapal Capai Triliunan,Namun Rawan Wanprestasi

2020 Diprediksi Omzet Industri Galangan Kapal Capai Triliunan,Namun Rawan Wanprestasi

JAKARTA AKTUALDETIK.COM

Untuk tahun 2020 perusahaan pelayaran swasta dalam negeri telah berkomitmen untuk memesan beberapa kapal baru kepada industri galangan kapal nasional, sehingga menurut Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) meyakini bahwa produksi galangan kapal akan lebih bergairah ditahun ini.

Ketua Umun Iperindo, Eddy Kurniawan Logam mengutarakan pihaknya bersama Indonesian National Shipowners Association (INSA) sudah sejak lama mendorong agar perusahaan pelayaran nasional dapat kebijakan yang sama seperti di luar negeri terkait pinjaman bank untuk pembelian kapal baru, yakni bunga rendah dan tenor panjang. Saat ini, kebijakan yang diharapkan itu mulai menemui titik terang.

“INSA berkomitmen akan membangun kapal dalam negeri dengan catatan perbankan mendukung dengan pengembalian jangka panjang 12-15 tahun dan dengan bunga single digit,” ungkap Eddy di Jakarta.

Dia menambahkan, potensi permintaan pasar untuk kapal baru dari perusahaan pelayaran nasional sangatlah besar.

“Jadi, kami tidak hanya fokus pembelian kapal dari pihak pemerintah atau BUMN saja, tapi sektor swasta kita lihat peluangnya besar sekali. Itulah yang akan kita mulai gali bersama-sama dengan dibantu lembaga finansial, yakni perbankan,” imbuh Eddy.

Berkaca kepada kasus PT Sarana Hasta yang sempat meradang dikarenakan pembangunan kapal yang dipesan perusahaan pelayaran itu kepada PT Rizki Abadi Sejati tak kunjung usai. Akibatnya, Sarana Hasta menyeret mitra bisnisnya tersebut ke jalur hukum.

Ada dua jenis kapal yang dipesan oleh Sarana Hasta yakni lima tug boat (kapal tunda) 2 x 1000 HP. Satu lagi, lima kapal tongkang 300 feet. Namun hingga gugatan dilayangkan, kapal pesanan belum sampai ke tangan Sarana Hasta.

Dari berkas gugatan, diketahui bahwa Sarana Hasta menuding Rizki Abadi wanprestasi atas perjanjian pemborongan pekerjaan pembangunan lima kapal tug dan lima kapal tongkang tersebut. Kontrak itu diteken pada 15 Agustus 2008 lalu, sedangkan akta jaminan pribadi pada 20 September 2008.

Dalam perjanjian tersebut disepakati pembayaran harga borongan tug boat dilakukan dengan termin(tahap) I sebesar 20 % dari total harga borongan tug boat atau sebesar Rp2.130 miliar.  Sistem yang sama juga berlaku pada pembayaran kapal tongkang dengan nilai Rp3.947 miliar.

Sarana Hasta mengaku sudah melakukan pembayaran termin pertama. Total pembayaran uang muka atas kedua jenis kapal mencapai Rp30.390 miliar.  Dari uang muka itu, seharusnya Rizki Abadi membangun fisik tug boat dan tongkang hingga setidaknya 55 %.

Sedangkan kuasa hukum PT. Rizki Abadi dari Ruhut Sitompul and Associates justru menilai Sarana Hasta yang ingkar janji. Sebab PT.Sarana Hasta tidak melakukan pembayaran termin kedua. Begitupula dengan Bank Panin.Melalui kuasa hukum, tergugat (Rizki Abadi) telah meminta pelunasan kepada pengguat lewat surat tertanggal 30 Juni dan 7 Agustus 2009. Namun hasilnya nihil.

Padahal, menurut kuasa hukum tergugat, pekerjaan sudah dilakukan melebihi prestasi sesuai dengan termin pertama. Tergugat juga telah menyerahkan laporan perkembangan pembangunan kapal yang dilakukan oleh PT.Valuindo Perdana selaku surveyor independen.

Tidak dibayarkannya pekerjaan termin kedua menyebabkan tergugat juga tidak memperpanjang bank garansi. 

Kasus ingkar janji/wanprestasi sebenarnya sudah sering dibawa ke pengadilan dan diputus oleh pengadilan. Misalnya, dalam yurisprudensi nomor perkara 1506 K/Pdt/2002, Mahkamah Agung RI menyatakan, bahwa purchase order yang ditandatangani oleh kedua belah pihak perusahaan yang mengikatkan diri merupakan kesepakatan sehingga berlaku sebagai undang-undang dan mengikat kedua belah pihak perusahaan.

 

 

Komentar Via Facebook :