Bukan Status, Tetapi Kinerja
KPK Polemik Soal Status Pegawai, Jaksa Lebih Banyak Hasilkan Uang, Begini Kata Pakar

Foto : Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih
JAKARTA AKTUALDETIK.COM - Polemik Soal status pegawai KPK apakah akan menjadi ASN atau tetap tidak jelas menjadi blunder, hingga pakar hukum pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih angkat bicara. Rabu 6/5/2021.
Diketahui Kejaksaan RI justru jauh lebih banyak menghasilkan uang dengan pengembalian Kerugian keuangan Negara hingga puluhan Triliun rupiah pada tahun 2020, sebagaimana disampaikan oleh Jaksa Agung RI, ST Burhanudin dihadapan Presiden RI Joko Widodo. (Kompas, 14/12/2020).
Sementara KPK dengan habiskan anggaran yang sangat besar, namun hanya mampu kembalikan ratusan miliar pada tahun 2020.
"Dari hasil kerja tahun ini, KPK sudah menyetorkan PNBP ke kas negara senilai Rp 120,3 miliar," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat konferensi pers kinerja KPK 2020, di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Rabu (Beritasatu 30/12/2020).
Apakah perbedaan capaian tersebut ditentukan oleh status kepegawaian KPK ataukah ada hak lain ? Hal ini dapat tercermin dari paparan Pakar hukum pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih.
Peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sejatinya akan membuat sistem lebih tertata.
“KPK ini kan berdiri sendiri ya, lembaga mandiri yang di bawah presiden, tetapi kan anggarannya dari negara. Jadi menurut saya, sebetulnya sistem penggajiannya itu diatur oleh negara,” kata Pakar Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih kepada wartawan, Rabu (5/5).
Eks Pansel KPK ini membandingkan bila pegawai KPK yang jadi ASN, maka tak ada bedanya dengan penyidik Kejaksaan Agung yang juga ASN.
Ia justru melihat kinerja penyidik Kejagung yang sudah terlebih dahulu berstatus ASN lebih banyak mengungkap kasus dan menyelamatkan uang negara.
“Apa sih bedanya penyidik KPK dan penyidik Kejaksaan Agung? Sama kok kerjanya. Malah kerjanya lebih banyak Kejagung berapa triliun (menyelamatkan aset negara), KPK hanya 300 miliar,” tuturnya.
Yenti juga menganggap keberadaan Wadah Pegawai (WP) KPK tidak jelas. Oleh karena itu, akan lebih tersistem bila para pegawai menjadi ASN.
“Jadi supaya ada suatu sistem kepegawaian yang sama, lagian kan wadah KPK enggak dikenal. Nomenklaturnya di mana? Selama ini kan namanya wadah pegawai, maka pegawainya tidak masuk ASN," jelasnya.
Terkait independensi yang dianggap akan berkurang di tubuh KPK bila para pegawai menjadi ASN, Yenti menepis hal itu. Meski berstatus ASN, pegawai KPK tetap diberi ruang independen dalam memberantas korupsi di Tanah Air.
“Saya tidak setuju kalau ada istilah kalau jadi ASN menjadi tidak independen, sementara penyidik korupsi itu ada di polisi dan kejaksaan,” katanya.
Yenti juga berharap Firli Cs bisa membuktikan profesionalitas dan independensi atas konsekuensi UU KPK yang baru, termasuk para pegawai KPK akan menjadi ASN. Hal ini untuk mengembalikan kepercayaan kepada publik.
“Publik harus percaya dan kita harus awasi itu Pak Firli dkk. Kita lihat, harus konsekuen mereka. Kan gagal MK-nya, ya sudah mereka harus menjawab dengan UU KPK, harus menunjukkan mereka independen dan profesional,” pungkasnya.
(Yuliana)
Bagi masyarakat yang memiliki informasi atau mengetahui kejadian/peristiwa dimanapun atau ingin berbagi foto dan video, silakan dikirim ke nomor WA: 0812 6830 5177 - Atau EMAIL redaksi : [email protected].
JANGAN LUPA
Mohon dilampirkan data pribadi
Komentar Via Facebook :