Korupsi Pada Ranah "Sakral" di Indonesia

Korupsi Pada Ranah "Sakral" di Indonesia

PEKANBARU AKTUALDETIK.COM

Perbuatan tindak pidana korupsi ternyata tidak hanya melulu terjadi pada sektor pembangunan infrastruktur saja, melainkan juga terjadi di sektor keagamaan, jika melihat berbagai perkara kasus maka ada satu pengibaratan yang bisa disodorkan, yakni tangan kanan personil (pelaku) sebagai pemeluk dan penganut agama menengadah ke Tuhan, sedangkan tangan kirinya mengeruk uang rakyat dan menerima uang korupsi.

Dilansir dari artikel ilmiah media kumparan.com, Korupsi pada ranah sakral atau transendental - khususnya pada pembangunan rumah ibadah, pelaksanaan ibadah, dan kitab suci bagaikan para pelaku menggali kuburannya sendiri lebih cepat.

Lebih dari itu, bukan bertujuan untuk menegasikan nilai-nilai ajaran agama atau kepercayaan. Juga bukan untuk menyudutkan agama atau kepercayaan tertentu, terkhusus yang ada di Indonesia. Tujuannya agar kita semua sadar bahwa ruang dan ranah sakral serta terkait lingkungan agama telah dan masih terjadi korupsi. Mungkin juga akan terjadi. Siapa yang tahu?

Berikutnya kita semua ingin mengajak siapapun kita, terutama umat beragama dan penganut kepercayaan untuk bersama bergandengan tangan, bahu-membahu, dan menyingsingkan lengan baju untuk memcegah terjadinya korupsi. Bukankah dalam ajaran agama, terdapat larangan menerima, mengambil, dan menggunakan harta dari jalan yang batil.

Mulai dari Kejaksaan Agung RI menahan Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat Agama Buddha Kementerian Agama, Dasikin.

Penahanan terkait dugaan korupsi pengadaan buku pendidikan agama Buddha sebesar Rp.10 Milyar dan buku penunjang lainnya untuk tingkat pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah tahun anggaran 2012.

Dasikin bersama pejabat Kemenag lainnya bersama-sama melakukan penggelembungan dana dan menyalahgunakan wewenang sehingga timbul kerugian negara sebesar Rp. 4.720.618.182

Kemudian Bupati Lampung Selatan periode 2016-2021, Zainudin Hasan yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan empat pidana sekaligus yang terbagi tiga delik korupsi dan satu TPPU. Pertama, menerima suap Rp 72.Milyar secara bersama-sama, terkait pengurusan lebih 600 paket pekerjaan proyek di lingkungan Dinas PUPR Pemkab Lamsel kurun 2016-2018. Uang suap berasal dari puluhan pengusaha/kontraktor/rekanan proyek di lingkungan Dinas PUPR.

Lokasi penerimaan di antaranya parkiran Masjid Al-Muslimin dekat Stadion Pahoman, Kota Bandar Lampung dan parkiran Masjid Agung Kalianda, Kabupaten Lamsel. Dari 600 proyek yang menjadi objek suap, dua di antaranya terkait dengan masjid. Pertama, pembangunan pagar masjid tahun anggaran 2018 dengan anggaran sekitar Rp 920 juta. Kedua, pengerjaan renovasi pembangunan Masjid Agung Kalianda pada 2018 dengan anggaran sekitar Rp 9,8 miliar.

KPK menangkap Bupati Purbalingga, Tasdi beserta beberapa pejabat dilingkungan Pemkab.Purbalingga, dan para kontraktor yang memberi suap maupun gratifikasi

KPK mengumumkan penetapan Tasdi sebagai tersangka penerima suap dari tersangka pemberi Hamdani, Librata, dan Ardirawinata. KPK memastikan sudah ada penerimaan Rp 15 juta sebelumnya oleh Tasdi. Total Rp 115 juta merupakan bagian dari komitmen fee Rp 500 juta untuk pengurusan proyek pembangunan Islamic Center Kabupaten Purbalingga Tahap II (lanjutan) tahun 2018.


Dari temuan KPK proyek pembangunan ‎Purbalingga Islamic Center merupakan proyek multiyears (tahun jamak) kurun 2017-2019 dengan total anggaran Rp 77 miliar. Tahap pertama tahun anggaran 2017 dengan nilai sekitar Rp 12 miliar, tahap kedua TA 2018 dengan nilai ‎Rp 22.282.700.000‎, dan tahap ketiga TA 2019 senilai sekitar Rp 43 miliar. Proyek ini memang digagas oleh Tasdi.

Dari Komitel Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, perkara suap pengurusan dua proposal hibah yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat hingga mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ke KONI Pusat pada tahun kegiatan 2018 dengan dua pemberi suap. Mereka yakni Sekretaris Jenderal KONI Pusat Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Pusat Jhony E Awuy.

Patrialis Akbar yang diadili dalam kapasitasnya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2017.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Patrialis dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana uang pengganti USD 10.000 dan Rp.4.Milyar subsider pidana penjara selama 1 tahun.

Patrialis terbukti menerima suap sebesar USD 10.000 dan Rp 4.043.195. Perbuatan suap dilakukan Patrialis bersama ‎Kamaludin (divonis 7 tahun) sebagai teman karib Patrialis selama lebih 20 tahun dan Direktur PT Spekta Selaras Bumi. Kamaludin secara sendiri menerima dan menikmati USD 40.000.

Masih banyak lagi kasus-kasus korupsi pada ranah keagamaan di Indonesia yang sudah terjadi dan telah diadili, namun tidak menutup kemungkinan kasus-kasus serupa yang belum terekspos maupun tertangkap tangan.

 

 

Komentar Via Facebook :