PPATK Batalkan Blokir Rekening "Dortmant" : Transparasi dan Integritas Dipertaruhkan ?
Foto : Penulis Muhammad Taufiq
Aktualdetik.com - Publik kembali dikejutkan dengan keputusan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang membatalkan pemblokiran 28 juta rekening yang terafiliasi dengan jaringan “Dortmant”. Di tengah semangat penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU), langkah ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pembatalan ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang kuat, atau ada tekanan dan kompromi tertentu yang menyelimutinya?
PPATK, sebagai institusi negara yang dibentuk untuk menganalisis dan mengevaluasi transaksi keuangan mencurigakan, memiliki mandat yang sangat strategis dalam menjaga integritas sistem keuangan nasional. Namun, ketika sebuah keputusan menyangkut angka sebesar 28 juta rekening dibatalkan tanpa penjelasan komprehensif kepada publik, maka wajar jika kepercayaan masyarakat goyah.
Nama "Dortmant" menjadi misteri tersendiri. Apakah ini nama sindikat, platform digital, aplikasi transaksi, atau hanya istilah internal? Masyarakat berhak tahu, karena kejelasan ini menyangkut keamanan ekonomi mereka, apalagi jika ada keterlibatan lintas wilayah dan potensi kerugian massal akibat praktik yang tidak sah.
Menuntut Transparansi
Pembatalan blokir atas skala sebesar itu tidak bisa dianggap sebagai langkah administratif biasa. Ini menyangkut potensi kejahatan ekonomi besar, indikasi pencucian uang, bahkan mungkin skema investasi ilegal atau permainan sistem perbankan digital.
Jika alasan pembatalan karena tidak ditemukannya unsur pidana, PPATK wajib menjelaskan secara resmi melalui konferensi pers, laporan publik, atau pengumuman resmi lainnya. Jangan sampai keputusan ini menimbulkan preseden buruk bahwa transaksi mencurigakan bisa lolos begitu saja tanpa konsekuensi.
Langkah PPATK harus mendapat perhatian serius dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan bahkan Komisi III DPR RI. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap prosedur analisis transaksi dan koordinasi antar lembaga penegak hukum. Apalagi jika ditemukan bahwa rekening-rekening tersebut digunakan dalam modus digital crime, pinjol ilegal, atau investasi bodong.
Kasus seperti ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan media untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga data pribadi, tidak sembarangan memberikan akses rekening kepada pihak ketiga, serta mengenali ciri-ciri transaksi keuangan yang mencurigakan. Tanpa edukasi publik, masyarakat akan terus menjadi korban.
PPATK adalah benteng awal dari sistem keuangan bersih di Indonesia. Oleh karena itu, keputusannya tidak boleh menimbulkan persepsi negatif, apalagi terkesan tunduk pada kepentingan tertentu. Jika 28 juta rekening bisa diblokir, lalu dibatalkan tanpa penjelasan detail, maka pertaruhan terbesarnya adalah kepercayaan publik.
Negara tidak boleh kalah oleh kekuatan jaringan yang menyembunyikan uang haram. Karena ketika hukum tunduk pada kuasa uang, maka masa depan bangsa sedang dipertaruhkan.
Penulis : M.Taufiq



Komentar Via Facebook :