Tersangka SPPD Fiktif Kebal Hukum?
Lebih 6 Bulan SPPD Fiktif di Polda Riau, No TSK, Pertanda Adanya "Patgulipat"? Ini Kata LP-KKI

Foto: Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI), Feri Sibarani, SH, MH memberikan tanggapannya atas penyidikan korupsi SPPD fiktif DPRD Riau belum punya tersangka oleh Polda Riau
AKTUALDETIK.COM - Sejak bergulirnya informasi korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas Sekretariat DPRD Riau tahun 2020-2021 telah menjadi kabar bombastis dan mengagetkan bagi seluruh rakyat Riau, bahkan Indonesia, manakala korupsi uang negara mencapai ratusan miliar, dan dilakukan pada kondisi bencana nasional, (Covid-19) yang sangat membawa derita bagi seluruh masyarakat. 02/02/2025.
Dari pantauan awak media ini di tengah-tengah masyarakat Riau, dan berita-berita media nasional, sangat mengapresiasi Polda Riau yang dipimpin oleh Irjen Pol Mohammad Iqbal. Pasalnya, baru kali itu, kasus korupsi di DPRD Riau, dengan kerugian keuangan yang spektakuler, dan melibatkan saksi ratusan pihak, dengan barang bukti puluhan ribu dokumen perjalanan fiktif, sehingga memicu animo masyarakat untuk mengetahui siapa-siapa tersangkanya dan sekaligus sebagai bukti profesionalitas Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal.
Belakangan, usai melewati bulan Januari 2025, dan telah melewati lebih 6 bulan proses penyidikan kasus SPPD Fiktif DPRD Riau di Polda Riau, walau diketahui telah memeriksa 401 saksi, menyita uang miliaran barang bukti dan sejumlah aset bernilai miliaran hasil kejahatan korupsi SPPD Fiktif tersebut, namun ternyata lagi-lagi Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal dan jajarannya belum mampu menetapkan tersangka, ada apa?
Atas kenyataan ini, sejumlah pihak kerap bertanya-tanya, tentang model penyidikan seperti apa yang di berlakukan oleh pihak penyidik dari Ditreskrimsus Polda Riau. Salah satunya, Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah Dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI). Dalam wawancara singkat dengan ketua LP-KKI, Feri Sibarani, SH, MH, mengatakan, mengingat bunyi pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No 31 Tahun 1999 atau perubahan UU No 20 Tahun 2021 tentang tindak pidana korupsi, bahwa unsur untuk adanya tindak pidana korupsi adalah, adanya perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara.
"Apa yang Anda tanyakan ini pastinya menjadi pertanyaan seluruh masyarakat Riau, bahkan rakyat Indonesia. Karena kasus SPPD fiktif DPRD Riau ini sudah jadi konsumsi nasional. Analisa hukum saya adalah, ketika ada peristiwa pidana ditemukan, berarti ada unsur yang sudah memenuhi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No 31 tahun 1999. Nah, yang kita terima selama ini informasi dari pihak Polda Riau, unsur itu sudah jelas ada, bahkan menurut saya sudah melebihi unsur-unsurnya, termasuk jumlah kerugian 162 miliar. Namun, mana tersangkanya? Ini kan mengherankan" Sebut Feri Sibarani.
Bahkan Feri Sibarani mengatakan, penyidikan kasus SPPD fiktif DPRD Riau, yang katanya telah memeriksa 401 saksi dan menyita banyak barang bukti, berupa uang dan aset-aset bernilai miliaran, menjadi penyidikan yang fenomenal, karena sangat terlihat adanya indikasi patgulipat oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Riau.
"Tak sekedar pertanyaan, tetapi ini agak aneh menurut saya. Apakah penyidik Ditreskrimsus Polda Riau masih menggunakan hukum positif lex spesialis nomor 31 Tahun 1999 dengan perubahannya UU No 20 Tahun 2021 atau apa? Karena jika masih, seharusnya sejak beberapa bulan lalu sudah harus ada tersangkanya. Kita mengingatkan Kapolda Riau. Jangan sampai masyarakat bereaksi bahwa hukum di Polda Riau ini hanya tajam kepada orang kecil dan lemah, tapi tumpul kepada pejabat korupsi. Kita buktikan kepada masyarakat, Kapolda Riau tidak ada patgulipat atau penegakan hukum transaksional dalam kasus ini" Terang Feri Sibarani.
Disisi lain, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, baru-baru ini mengungkapkan perkembangan terbaru kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat DPRD (Setwan) Riau.
Bukan perkembangan mengenai siapa pelakunya, namun informasi terbaru Kuncoro justru makin menambah kebingungan masyarakat terhadap bentuk penegakan hukum yang dilakukan, karena yang diumbar hanya soal jumlah pihak-pihak yang mengembalikan uang hasil koruspinya, tanpa adanya tersangka.
Menurut Ade Kuncoro Ridwan, Jumat, 31 Januari 2025, sejumlah 120 aparatur sipil negara (ASN), 2 tenaga ahli, dan 51 tenaga harian lepas (THL) sudah mengembalikan dana perjalanan dinas fiktif yang sebelumnya mereka terima.
"Total uang yang sudah dikembalikan mencapai Rp16.149.745.800," kata Ade Kuncoro Ridwan dikutip dari keterangan resmi, Sabtu 1 Februari 2025.
Ade mengatakan, dari total 401 saksi yang telah diperiksa, 353 di antaranya sudah dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik dan diminta mengembalikan uang yang diterima.
"Tentu bagi yang tidak mengembalikan dalam batas waktu yang ditentukan, akan diproses hukum dan berpotensi menjadi tersangka. Batas waktu pengembalian, Jumat kemarin," ujar Ade.
Ade menjelaskan, berdasarkian penghitungan awal penyidik, ditemukan bahwa dari Rp206 miliar anggaran SPPD untuk tahun 2020 hingga 2021, terdapat indikasi kerugian negara mencapai Rp162 miliar.
Hal yang sama pun diketahui telah disampaikan oleh Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal. Menjawab pertanyaan wartawan, jenderal bintang dua itu memberikan harapan masyarakat, bahwa tersangka korupsi SPPD fiktif DPRD Riau sudah didepan mata.
"Tinggal menunggu detik-detik karena tindak pidana yang satu ini harus detail. Ada lebih dari Rp 130 miliar diduga kerugian negara dan ada ribuan tiket bepergian saat COVID-19 diduga dipalsukan," kata Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal, 31/12/2024.
Dimana tersangkanya pak Kapolda? Hanya Tuhan yang tahu.
Sumber: Wawancara
Penulis: Fit
Komentar Via Facebook :