Demi Masa Depan Nasional
Pembangunan Infrastruktur Apapun Harus Didukung Informasi Geospasial

PEKANBARU AKTUALDETIK.COM - Informasi geospasial dalam konteks deformasi dan penurunan permukaan tanah menjadi perhatian serius dalam investasi di Indonesia. Sejak UU No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial disahkan, deformasi permukaan bumi dan penurunan muka tanah menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Hermanto Dardak yang pada saat di tahun 2012 menjabat sebagai Wakil Menteri Pekerjaan Umum pernah mengatakan bahwa dalam pembangunan infrastruktur dan maintenance di suatu daerah diperlukan geospasial karena akan memberikan rasa aman kepada investor terhadap apa yang telah diinvestasikannya.
Menurut pasal 1 UU No 4. Tahun 2011, geospasial bisa disebut juga dengan ruang kebumian, yaitu aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
Dalam perancanaan pembangunan dan investasi, manfaat peta geospasial sangat signifikan terutama dengan disajikannya informasi yang lengkap dan akurat seperti lahan perkotaan atau permukiman.
Mulai dari lokasi, luas dan batas waduk, daerah-daerah terlindung serta aspek wilayah seperti batas administrasi dan Daerah Aliran Sungai (DAS).
"Sistem informasi tersebut telah mendukung berbagai kebutuhan pembangunan dan investasi Ke-PUan" ujar Hermanto kala itu.
Menurutnya, beberapa informasi yang mendukung kebutuhan pembangunan dan investasi ke-PU-an adalah pengilustrasian data tata ruang maupun data geologi, serta pemantauan kepadatan dan penyebaran penduduk. Dia mengatakan, pemilihan lokasi lahan pertanian yang cocok serta pemantauan garis pantai, abrasi, dan intrusi air laut ke daratan juga menjadi informasi penting yang didapat melalui informasi geospasial.
Selain itu, geospasial dapat mendukung informasi potensi diantaranya jaringan jalan, kawasan perumahan penduduk, status kepemilikan tanah, fasilitas umum pasar regional juga informasi lingkungan seperti sumber daya air, alur pembuangan sampah, pemetaan lahan serta daerah pasang surut dan informasi lahan termasuk lahan kritis.
“Informasi geospasial sebagai data geospasial yang sudah diolah merupakan alat bantu dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan pengembangan infrastruktur ke-PU-an,” ucapnya.
Hermanto menjelaskan, infrastruktur PU yang memerlukan informasi geospasial meliputi pembangunan infrastruktur jalan untuk mendukung kelancaran arus orang dan barang serta mengurangi kesenjangan wilayah, pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi dan rawa untuk peningkatan ketahanan pangan dan penanggulangan bencana alam serta penyediaan infrastruktur dasar pemukiman, seperti air minum dan sanitasi.
Hermanto juga menegaskan bahwa seluruh penyediaan infrastruktur tersebut diselenggarakan berbasiskan penataan ruang.
Data geospasial juga mendukung penataan tata ruang. Hal ini dijelaskan dalam pasal 14 ayat 5 huruf b, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal itu menyatakan, efektivitas penerapan rencana tata ruang sangat dipengaruhi tingkat ketelitian atau kedalaman pengaturan dan skala peta dalam rencana tata ruang.
Dengan demikian, fungsi data spasial dan peta menjadi lebih penting karena terkait akurasi dan presisi data agar menghasilakn kualitas tertentu.
Sementara itu, untuk penyelenggaraan informasi geospasial akan dilakukan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pasal 22 di UU No. 4 Tahun 2011.
Informasi geospasial terbagi dua, yaitu Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). Pasal 22 menyatakan, IGD dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu oleh badan yang disebut Badan Informasi Geospasial sebagai pengganti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional sesuai dengan amanat UU.
Sementara itu, IGT dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah atau setiap orang. Hal ini tercantum di dalam pasal 23 UU yang sama.
Anggota Associate Professor Teknik Geofisika Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), T. A. Sanny pada saat itu menjelaskan geospasial dibutuhkan untuk bawah tanah dan tata ruang bencana.
Menurutnya, pijakan yang diperlukan untuk geospasial bawah tanah meliputi regulatory framework, institusional framework (integrated), funding and resources mobilization framework, man power utilization framework, information, socialitazion and dissemination system, mekanisme keterlibatan masyarakat, integrasi rencana perbidang, sinkronisasi pelaksanaan dan sinergi antar pelaku serta mekanisme pengembangan kerjasama internasional di bidang pendanaan dan geospasial bawah tanah.
Sanny mengatakan, dalam tata ruang bencana, sejauh ini Indonesia masih memiliki hambatan seperti tidak adanya koordinasi antar berbagai instansi dalam membuat tata ruang, tidak memiliki database tata ruang bawah tanah, tidak memiliki acuan yang jelas tentang tata ruang.
Dia berpendapat, sebagian besar tata ruang dibuat atas dasar kepentingan sektoral tanpa mengakomodasi kepentingan nasional dan masa depan serta tidak memiliki sense of nature.
“Maka dari itu, IGD ataupun IGT ini sangat dibutuhkan,” tandasnya.
Komentar Via Facebook :