Pengalaman Menantang
Cerita Pilot Hadapi Badai Saat Terbang

Pilot dan co-Pilot Citilink
JAKARTA AKTUALDETIK.COM - Cerita pilot Citilink dalam menghadapi badai pasir dan hujan badai selama didalam proses menerbangkan pesawat, tak jarang para pilot harus menghadapi situasi genting, dikutip dari detikTravel sebuah bincang-bincang ekslusif dengan pilot dan co-pilot Citilink mengungkapkan pengalaman-pengalaman menantang ketika menerbangkan pesawat tersebut.
Pilot Citilink, Captain Ikram mengungkapkan tantangan itu dimulai dengan pesawat yang begitu sensitif dengan benda-benda yang ada di angkasa, termasuk burung hingga layang-layang. Sebab benda yang masuk ke mesin pesawat itu bisa merusaknya dan berpotensi menimbulkan kecelakaan.
"Kalau ada partikel masuk ke dalam mesin, bisa menyebabkan kecelakaan. Jangankan burung, serpihan pasir juga bisa. Makanya kalau kita ke Timur Tengah, kalau ada badai pasir itu ditutupi semua mesinnya," kata dia.
Penerbangan Citilink ke wilayah Timur Tengah adalah ke Jeddah, Arab Saudi yang biasanya dilakukan untuk mengantarkan jemaah umroh. Rute ke Jeddah merupakan rute terjauh dari Citilink.
Perjalanan ke sana dapat ditempuh dalam waktu 10-11 jam. Dengan menggunakan pesawat Airbus A320, mereka harus transit di Haiderabad, India sebelum melanjutkan perjalanan sampai ke Jeddah.
Untuk mencegah pilot dan co-pilot kelelahan, mereka juga memiliki tim yang akan bekerja secara bergantian dari Jakarta-Haiderabad lalu Haiderabad-Jeddah.
"Kita komposisi krunya ada khusus tertentu juga. Kadang satu set isinya dua pilot dengan satu co-pilot atau dua set isinya satu pilot satu co-pilot bersama satu pilot dan satu co-pilot. Jadi gantian," ujar Diana.
Selain perkara pasir, kondisi penerbangan lainnya yang membuat jantung pilot berdegup lebih kencang adalah ketika menghadapi hujan badai. Pada saat itu, mereka harus mampu menyeimbangkan pesawat meskipun dihantam hujan dan kecepatan angin yang berubah-ubah. Kondisi ini mereka sebut sebagai wind shear.
"Yang saya alami berkaitan dengan cuaca karena sudah alam yang mengatur. Bukan keinginan dari pesawat sendiri, bukan keinginan manusia. Hujan lebat yang kecepatan anginnya berubah sangat cepat (wind shear). Kita tidak tahu kekuatannya berapa tapi untungnya teknologi dari pesawat airbus A320 ini sudah mumpuni untuk mendeteksi kalau terjadi wind shear tersebut," ujar co-pilot Citilink, Diana.
"Ketika pesawat masuk wind shear ya sudah kita cuma bisa melakukan prosedur wind shear dan kita cuma bisa berusaha supaya bisa keluar dari wind shear tersebut," pilot Citilink, Captain Ikram menimpali.
Oleh sebab itu, keduanya pun menjelaskan bahwa pilot dan co-pilot tak semata-mata mengandalkan sistem auto pilot. Mereka juga harus mampu menangani segala situasi genting.
"Untuk mendapatkan auto mationnya itu berat prosesnya. Kita harus belajar dari nol. Mereka (penumpang) tidak melihat ketika kita masuk cuaca buruk. Yang melihat di depan cuaca buruk adalah kita berdua, yang di belakang tinggal komen 'apaan goyang terus'," Diana mengungkapkan.
"Kita dipermudah dengan teknologi tapi kalau terjadi apa-apa, misalnya pencetannya (auto pilot) rusak, itu kita harus take over (ambil alih)," ujarnya.
Dari segala pengalaman menegangkan itu, Diana pun sadar bahwa manusia hanyalah entitas yang kecil di hadapan Tuhan. Dalam situasi yang sulit, para pilot hanya dapat berusaha sembari berdoa memohon keselamatan.
"Menurut saya itulah kebesaran Allah. Kita ini hanya kecil, alam nggak bisa dianggap remeh. Tetap sebelum terbang, wajiblah Anda berdoa," ia berpesan.
Editor : Ishak
Komentar Via Facebook :