Konflik Politik Rohil

Terkait Mutasi Sejumlah Pj Penghulu di Rohil, Ketua LP-KKI Berikan Perspektif Hukum

Terkait Mutasi Sejumlah Pj Penghulu di Rohil, Ketua LP-KKI Berikan Perspektif Hukum

Foto: Ketua Lembaga Pemantau Kebaikan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI), Feri Sibarani, SH, MH, CCSE, CLDSI

AKTUALDETIK.COM - Kebijakan Pj Bupati Rokan Hilir, H Sulaeman, SE., M.H, tentang pergantian puluhan Pj Penghulu di daerah itu, hingga kini terus menjadi perdebatan ditengah-tengah masyarakat Rohil Riau. Pasalnya, selain dirasa terkesan mendadak, alasan mengganti karena status PPPK tidak relevan, karena terbukti sejumlah Pj Penghulu yang digeser justru berstatus ASN. 23/10/2024.

Dengan dasar tersebut, akhirnya aksi unjuk rasa dari sejumlah warga di Rokan Hilir tidak terhindarkan. Kabarnya, sejumlah warga yang merasa ada kejanggalan atas kebijakan Pj Bupati Rohil, H. Sulaeman itu pun sambangi kantor bupati rohil beberapa waktu lalu untuk meminta penjelasan Pj Bupati Rohil, atas kebijakan yang memicu lahirnya praktik dualisme di Kepenghuluan. 

Kabar ini juga dibenarkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Rohil, H. Fauzi Efrizal. Dari informasi yang dipercaya, awak media ini memperoleh kabar, bahwa saat aksi unjuk rasa tersebut, Pj Bupati Rohil, H. Sulaeman tidak berada di tempat, sehingga untuk menghormati para pengunjuk rasa, H. Fauzi Efrizal pun menerima para warga yang ingin menyampaikan aspirasi. 

"Mereka (warga_red) hanya ingin suatu penjelasan dari kebijakan pergantian puluhan Pj Penghulu itu. Karena tadinya alasan Pj Bupati kan soal status Pj Penghulu masih sebagai PPPK. Namun ternyata warga ini menyebutkan alasan itu tidak tepat, karena kenyataannya ada juga Pj Penghulu yang digeser berstatus ASN " Kata Sekdakab Rohil, H. Fauzi Efrizal. 

Sementara di sisi lain, awak media ini memperoleh informasi, kebijakan Pj Bupati Rohil, H. Sulaeman itu justru telah terlebih dahulu mendapatkan izin dari Kementerian Dalam Negeri. Tak tanggung-tanggung, menurut sumber media ini, Pj Bupati mencium adanya perbuatan yang melanggar prinsip netralitas dari para Pj Penghulu dalam situasi pilkada 2024. Dengan dasar itu, kabarnya H. Sulaeman pun terpaksa mengambil tindakan phunismen dengan melakukan mutasi jabatan Pj Penghulu di Rokan Hilir. 

Terlepas dari hiruk pikuk tentang pergeseran besar-besaran atas Pj Penghulu di kabupaten Rohil itu, Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI), Feri Sibarani, S.H.,M.H.,CCDE.,CLDSI, pun memberikan pandangan hukumnya tentang apa yang sedang dipermasalahkan di kabupaten Rohil itu. Menurutnya apapun yang terjadi saat ini, khususnya terkait pergantian puluhan Pj Penghulu di Kabupaten Rohil secara singkat, sulit untuk memisahkan kaitannya dengan politik. 

"Dari sisi politik, kebijakan semacam itu dari seorang kepala daerah pada pra perhelatan pilkada, yang tinggal beberapa hari lagi, sangat sulit meyakininya tidak berhubungan dengan politik. Politik itu memang begitu, selalu ada dasar untuk bertindak dan membuat kebijakan, walupun celah sekecil apapun, itu tetap dimungkinkan untuk terjadi "ujar Feri. 

Namun merespon apa yang menjadi alasan Pj Bupati untuk melakukan pergantian Pj Penghulu itu, Feri Sibarani menyebutkan, itu lebih kepada hak prerogatif seorang kepala daerah. Konon disebut salah satu alasan utama adalah adanya kegaduhan karena ke-tidak netralan sejumlah Pj Penghulu sebelumnya, maka menurut Feri Sibarani, sangat dimungkinkan untuk sebuah pergantian. 

"Secara ketatanegaraan, hubungan hukum Pemerintah Daerah dengan desa itu adalah sebuah mata rantai yang tidak mungkin terpisahkan. Berdasarkan Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hubungan hukum antara pemerintah daerah dan desa adalah, Desa merupakan bagian dari pemerintahan daerah kabupaten/kota. Khususnya pada Pasal 200 sampai dengan Pasal 216. Desa memiliki hak untuk mengatur kewenangan yang bersifat asli. Tetapi Desa merupakan sub sistem dari pemerintah daerah, sehingga pengaturan desa diserahkan pada kabupaten" Urai Feri. 
 
Artinya, dijelaskan olehnya, bahwa kepala daerah, dalam hal ini Pj Bupati Rohil sangat berkepentingan secara kewenangan yang diberikan oleh Negara untuk melakukan kebijakan yang dianggap perlu untuk kenyamanan dan ketenteraman masyarakat. 

"Terlebih jika hal itu berangkat dari adanya laporan akan pelanggaran yang dilakukan Pj Penghulu, terkait ketidaknetralan dalam tindakannya, yang justru berpolitik praktis, dan menguntungkan pasangan calon tertentu, maka layak untuk di sikapi oleh Kepala daerah" Ujar nya. 

Berdasarkan informasi dari sumber media ini, mutasi Pj. Penghulu di Kabupaten Rokan Hilir sudah sesuai arahan Dirjend Bina Pemerintahan Desa yaitu terkait Undang -Undang Pemilu tetang netralitas Perangkat Desa, ASN dan TNI Polri.

Pejabat Bupati Rokan Hilir disebut justru menjalankan amanat Undang -Undang sebagaimana di sampaikan dalam surat balasan dirjend BPD Kemendagri, mutasi tersebut muncul karena adanya kegaduhan di tengah masyarakat yang mana beberapa Pj penghulu yang merupakan ASN, dengan terang-terangan berkampanye mendukung salah satu pasangan bupati di Rokan Hilir yang mengakibatkan masyarakat bingung dan merasa di intervensi. 

"Atas dasar itu, saya dengar sehingga untuk mengatasi hal tersebut Pejabat Bupati Rokan Hilir mengambil kebijakan untuk memutasi Pj Penghulu yang melanggar UU Pemilu yaitu tentang Netralitas perangkat Desa dan ASN sehingga mutasi tersebut layak dilakukan. Hal itu juga bersesuaian dengan pasal 2 Permen PAN dan RB Nomor 70 Tahun 2020 tentang Masa Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah Degan Perjanjian Kerja, dan pemutasian Pj Penghulu tersebut sudah sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor 821/5492/SJ yang diteken oleh Mendagri Tito Karnavian pada 14 September 2022" Jelasnya. 

Sebagaimana diketahui, surat edaran ini mengizinkan penjabat kepala daerah untuk memecat dan memutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya dalam dua kondisi, yaitu, Pemberhentian/pemberhentian sementara/penjatuhan sanksi bagi ASN yang melakukan pelanggaran disiplin dan tindak lanjut proses hukum, serta mutasi antar daerah. Butir-butir penjelasan dalam surat edaran tersebut adalah, pertama, mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin bagi ASN yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat. 

Kedua, Mendagri memberikan izin kepada Pj, Plt, dan Pjs kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar-daerah (mutasi antar-daerah), maupun antar-instansi (mutasi antar-instansi). Sebab setiap ASN,TNI-Polri ,Kepala Desa ,ASN dan perangkat desa tidak boleh ikut dalam mengkampanyekan calon tertentu dan bila itu dilakukan sanksi nya adalah diberhentikan dan di pidana, jadi sudah sesuai dengan UU apa yang di lakukan oleh PJ Bupati Rokan Hilir terkait  mutasi ASN yang menjadi Pj Penghulu di Rokan Hilir.

"Pada hakekatnya, kita harus menyadari bahwa penjabat Bupati punya kewajiban dan kewenangan melakukan kebijakan yang bertujuan untuk situasi yang kondusif dan netral terhadap setiap ASN dan Aparat desa, sehingga apa yang dilakukan Pj Bupati Rohil, menurut saya sudah sesuai dengan UU pemilu dan arahan dari Kementerian Dalam Negeri, kecuali ada temuan lain yang bersifat politik praktis dan dapat dibuktikan dari tindakan Pj Bupati tersebut, maka itu menjadi persoalan hukum yang dapat di tindaklanjuti sesuai undang-undang yang berlaku" Ucap Feri Sibarani. 

Feri Sibarani, saat diwawancarai media ini, menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya tidak melihat terjadi penyalah gunaaan wewenang yang dilakukan oleh PJ Bupati Rokan Hilir H.Sulaiama. Justru setelah menelaah permasalahan itu, ia melihat Pj Bupati melaksanakan amanah Undang-undang dan sesuai arahan Dirjend Bina Pemerintahan Desa. 

"Bahkan dari keterangan itu, jika benar ada Pj Penghulu yang terbukti melanggar, seharusnya Pj Penghulu tidak hanya diberhentikan tetapi harus di pidana sesuai dengan UU No 1 Tahun 2022 pasal 280 ayat (3) dan pasal 494 dapat dipidana paling lama satu tahun dan denda 12 juta rupiah" Pungkasnya. 

Sumber: GD
Penulis: FIT

Komentar Via Facebook :