Kabar Penting Untuk Riau

Korupsi di PT.PHR 400 Halaman Laporan Hinca, Dinilai Kajati Riau Tidak Ada Pelanggaran Hukum

Korupsi di PT.PHR 400 Halaman Laporan Hinca, Dinilai Kajati Riau Tidak Ada Pelanggaran Hukum

Foto: Kajati Riau, Akmal Abbas, dan Kasi Penkum Kejati Riau, Zikrullah.

AKTUALDETIK.COM - Laporanan mantan sekretaris jenderal partai Demokrat tahun 2015-2020, Dr. Hinca Panjaitan, SH, MH, sebanyak 400 halaman di Kejaksaan Tinggi Riau, terkait dugaan korupsi di PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) akhirnya di nilai Kajati Riau, Akmal Abbas, SH, MH, tidak ada melanggar hukum. Pernyataan itu disampaikan oleh Kajati Riau, melalui Kasi Penkum Kejati Riau, Zikrullah. 10/09/2024.

"Terkait laporan pak Hinca sudah dilakukan pemeriksaan oleh teman-teman di Pidsus, namun oleh tim tidak menemukan perbuatan melawan hukum. Begitu pak, " Kata Kepala Seksi Pemerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau, Zikrullah. 

Guna memperjelas maksud Kasi Penkum yang terlihat gugup saat di wawancara, Lagi-lagi Zikrullah terkesan irit bicara, dan hanya mengulang kembali kata-kata, sudah dilakukan pemeriksaan, namun belum ditemukan perbuatan melawan hukum. 

Dikutip dari pernyataan Hinca Panjaitan, saat menyampaikan laporannya pada Juli 2024 lalu, ia dengan penuh keyakinan mengatakan sedang terjadi sebuah dugaan korupsi di PT. Pertamina Hulu Rokan (PT.PHR), melalui modus manipulasi kebijakan terkait pengadaan geomembran pada proyek pengeboran minyak dengan nilai 50-75 triliun. 

Hinca melaporkan dugaan korupsi proyek geomembran di PT PHR wilayah kerja Blok Rokan senilai ratusan miliar. Proyek tersebut untuk mengatasi limbah B3 dari hasil pengeboran minyak. Ada empat nama yang dilaporkan Hinca, yakni Edi Susanto, Ivan Zainuri, Fatahillah, Romi Saputra dan beberapa nama lainnya. "Yang paling bertanggung jawab itu Irvan Zainuri dan Edi susanto," ucapnya.

Salah satu isu yang dilaporkan Hinca, yaitu dugaan kecurangan, manipulasi, pemalsuan beberapa kebijakan dan tindakan PHR yang dinilai tidak professional dalam proses tender pengadaan geomembran. Material tersebut bernilai penting untuk menjaga lingkungan di sekitar project.

"Nilai proyek Rp 50-75 triliun, untuk plastiknya (geomembran) Rp 209 miliar. Kalau ini dikelola dan berdampak buruk, enggak jadi ini dibor. Kalau tak jadi dibor, target Presiden Jokowi 1 juta barel per hari sampai hari ini belum tercapai," Katanya kala itu.

Hinca menjelaskan, plastik geomembran yang digunakan untuk proyek tersebut seharusnya diuji kelayakannya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurut dia, BRIN memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikasi terhadap plastik yang akan digunakan dalam proyek geomembran tersebut.

"Apa yang terjadi, surat dari BRIN dipalsukan. Jadi seolah-olah ada (pengesahan) dari BRIN. Dilakukan pembayaran dan kemudian ketemu ada masalah dan akhirnya dihentikan. Kerugian baru Rp 16 miliar dari Rp 209 miliar. Saya minta BRIN pro-aktif melaporkan karena lembaga ini harus kita jaga. Jelaskan secara benar apa saja yang salah agar ini cepat selesai," tuturnya.

Anehnya, sekalipun Hinca seorang Doktor, dan bergelar Sarjana Hukum dan Magister Hukum, mantan sekretaris jenderal partai Demokrat, dan menyebutkan laporannya sudah lengkap dan berjumlah 400 halaman, hal itu ternyata tidak berarti apa-apa bagi penyidik di Kejaksaan Tinggi Riau, karena menurut Kajati Riau, Akmal Abbas, melalui kasi Penkum Kejati Riau, Zikrullah, pihaknya tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum. 

, "Setelah diperiksa oleh tim dari Pidsus, ternyata belum ditemukan perbuatan melawan hukum," Tegas Zikrullah. 

Menurut Zikrullah, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, namun disebut tidak dapat menyebutkan tentang siapa-siapa dan jabatan apa yang telah diperiksa. 

Sumber: Wawancara
Penulis: FIT


 

Komentar Via Facebook :