Mengintip Motif Dibalik Tutntuan JPU
Masyrakat Apresiasi PN, Mata Publik Tertuju ke Jaksa Agung, Apa Dibalik Tuntutan JPU 12 Tahun?

Foto: Ketua Harian Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah Dan Keadilan (LP KPK) Komisi Daerah Provinsi Riau, Feri Sibarani, SH, saat memberikan pandangan hukum nya terhadap tuntutan JPU 12 tahun kepada Richard Eleazar, sosok Justice collaborator dalam kasus Ferdy Sambo
PEKANBARU AKTUALDETIK.COM - Seluruh mata masyarakat Republik Indonesia kembali menyorot kinerja penegakan hukum dari Kejaksaan Agung RI, yang kini di pimpin ST Burhanuddin, khusunya terkait tuntutan JPU kepada Richard Eleazar, pasalnya, tuntutan 12 tahun kepada Richard Eleazar, sosok justice collaborator dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Nofriansyah Hutabarat, di nilai tidak berkeadilan, dan dicurigai adanya praktik dibelakang layar serta berpotensi merusak tatanan hukum di Indonesia, Rabu, 15/02/2023.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua harian Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah Dan Keadilan (LP-KPK), komisi Daerah Riau, Feri Sibarani, SH, hari ini di Pekanbaru pasca putusan hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan terhadap Ricard Eleazar, yang dirasakan sangat Adil dengan vonis 1,6 tahun. Sosok justice collaborator dalam pengungkapan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Nofriansyah Hutabarat.
,"Sejak tuntutan JPU 12 tahun kepada Richard Eleazar, saya sudah ulas dalam siaran dialog interaktif di TV Channel Aktualdetik.com. Karena hak-hak untuk justice collaborator diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sehingga sosok justice collaborator sesuai dengan ketentuan Undang-undang tidak dapat dituntut secara hukum pidana, perdata, melainkan justru mendapatkan hak-hak istimewa dan dapat dibebaskan dengan bersyarat, " Sebut Feri sibarani.
Menurut Feri sibarani, atas tuntutan JPU 12 tahun itu, hampir seluruh pakar hukum dan masyarakat Indonesia geram terhadap kejaksaan Agung RI, karena di nilai aneh dan tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem justice collaborator, sehingga otomatis memunculkan berbagai spekulasi dan opini buruk terhadap kejaksaan, khususnya tim JPU yang bertugas.
,"Jadi kalau kita perhatikan secara seksama sejak kasus yang melibatkan mantan Jenderal Polisi Ferdy Sambo dan isterinya ini masuk ke persidangan di PN Jakarta selatan, sudah terlihat berbagai kejanggalan dan keanehan sebenarnya. Kenapa? Karena justru yang banyak di angkat adalah terkait pemerkosaan, kekerasan seksual terhadap ibu Putri, yang sudah jelas-jelas di SP3 oleh Bareskrim Polri karena tidak memenuhi alat bukti. Sehingga terkesan di putar-putar untuk membuat lamanya waktu persidangan, padahal dakwaan JPU aja sudah jelas terkait pembunuhan berencana dengan pasal 340, jo pasal 55 KUHP, " Ujar Feri.
Ditambahkan Feri, yang paling memunculkan puncak kekecewaan publik terhadap Kejaksaan adalah, ketika JPU malah menuntut Richard Eleazar selama 12 tahun, dengan alasan, karena Richard disebut sebagai peran eksekutor dalam tewasnya Josua. Hal itu menurut Feri Sibarani, justru bertentangan dengan prinsip hukum dalam konser justice collaborator.
, "JPU sudah terlanjur buruk dimata publik akibat tuntutannya 12 tahun kepada Richard Eleazar. Bagaimanapun reaksi negatif dan spekulasi publik tentang dugaan adanya gratifikasi kepada pihak kejaksaan tidak bisa dibendung lagi, karena sikap itu justru tidak bisa diterima akal sehat dan argumentasi hukum yang dibangun JPU pun tidak masuk dalam perspektif hukum mana pun, karena justice collaborator adalah perintah undang-undang. Lalu apa motif kerjaksaan agung dibalik tuntutannya???, "Urai Feri.
Mengenai justice collaborator, diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor: M.HH-11.HM.03.02.th.2011, Nomor: PER-045/A/JA/12/2011, Nomor: 1 Tahun 2011, Nomor: KEPB-02/01-55/12/2011, Nomor: 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
Hak bagi justice collaborator juga terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
, "Kita apresiasi putusan majelis hakim pengadilan negeri Jakarta selatan, karena akhirnya dapat menggunakan suara hatinya sesuai dengan semangat penegakan hukum yang baik dan rasa keadilan, sehingga semangat membangun hukum Indonesia dalam konsep yang benar masih dapat terjaga, " Pungkas Feri.
Sumber: Wawancara
Penulis: Rifky
Editor: Red
Komentar Via Facebook :